Tentang Perempuan dan Persoalan Agraria

Dua hari lalu, saya mendapat kesempatan untuk berbagi dan berdiskusi dalam sesi “Perempuan dan Agraria” dalam rangka Pesantren Agraria (PA) yang diadakan oleh Front Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam (FNKSDA) di Kampung Cikuya, Cicalengka. Pada kesempatan tersebut, saya membagikan tulisan singkat. Tulisan ini sekaligus menjadi salah satu jurnal pemikiran; ulasan dari beberapa tulisan dan pengalaman yang saya baca tentang topik ini, serta bagaimana saya merevisi pemahaman-pemahaman saya terdahulu mengenai dinamika feminisme dan patriarki-kapitalisme:

180217 Mencari Tutur Perempuan – Ketidakadilan Gender dalam Persoalan Agraria

Continue reading “Tentang Perempuan dan Persoalan Agraria”

Mengulas CASI (Bagian 2)

3. Patung

Halo. Saya masih melanjutkan ulasan CASI kemarin. Mungkin saya cuman kangen kuliah dan bikin jurnal-jurnalnya (yang dulu saya suka malas bikin) ya, jadi ketika ada kuliah gratis (plus makan gratis #ehe #dansponsornyamengakuhambaallah) niatan untuk mencatatnya kembali saya tuntaskan, meskipun sangat telat dari rencana awal.

Anyway, di bagian selanjutnya kami mendengarkan pemaparan dari para peneliti yang tengah melakukan residensi di ARC, yakni Ahmad Tridakusumah yang meneliti soal Land Reform di Kadupandak dan Lian Sinclair yang sedang menulis tesis tentang kasus  Land-Grabbing di Kulon Progo. Juga ada Hendro Sangkoyo atau Mas Yoyok dari School of Democratic Economics (SDE) yang membredel perubahan konteks persoalan politik-tani dan ekologi di paruh kedua 1960an.

Terakhir, ada ulasan Pak Dianto soal gerakan sosial dan kunjungannya ke MST Brazil, sebagai referensi alternatif metodologi pergerakan melawan rezim neoliberal. Tapi saya tidak akan menjelaskan soal MST disini. Karena kalian bisa langsung mengunjungi web mereka, dan Pak Dianto menyatakan sedang mulai menyusun draft tulisan tentang kunjungan dan update terkini terkait MST. Atau kalian bisa ikutan Kelas CASI mendatang dan berdialog langsung tentangnya.

Continue reading “Mengulas CASI (Bagian 2)”

Mengulas CASI (Bagian 1)

Beberapa waktu lalu, tepatnya tanggal 29 November – 2 Desember 2017, saya ikutan Pelatihan Critical Agrarian Studies of Indonesia (CASI) Kelas Lanjutan yang diselenggarakan oleh Agrarian Resources Center (ARC). Karena ada banyak hal yang saya dapatkan, pikirkan, serta pertanyakan, saya memutuskan untuk mengulasnya sedikit disini—“sedikit” karena materinya cukup padat untuk hitungan 4 hari penuh yang kami habiskan di sekretariat-perpustakaan ARC. Ketika mendapatkan surat penerimaan dan membaca kurikulumnya, saya bertekad menulis jurnal singkat/ulasan untuk tiap topiknya setiap selesai kelas. Tapi tentu saja tekad tersebut luntur karena selama 4 hari pelatihan, pada waktu yang tersisa saya langsung lelap tidur (Baru dipost sekarang pun karena hampir dua bulan belakangan banyak hal terjadi #hiksz).

CASI sendiri merupakan program yang diselenggarakan secara rutin oleh ARC dengan 2 tingkatan, Kelas Dasar dan Lanjutan (saya sendiri tidak sempat ikut yang Kelas Dasar karena tidak menemukan pengumumannya). Pada CASI Kelas Lanjutan kali ini, kami diajak melakukan pembacaan ulang atas transisi agraria, khususnya di Indonesia, serta menyoal kembali jawaban-jawaban yang tersedia. Misalnya, apakah “tanah untuk rakyat”, reforma agraria, dan posisi petani (masih) menjadi poin strategis bagi transformasi sosial di era urban-global-kontemporer seperti sekarang?

Continue reading “Mengulas CASI (Bagian 1)”

Tentang Selaras Alam dan Pergerakan Perempuan

(Tulisan ini saya tulis di bulan Juni 2015, beberapa minggu setelah nonton Film Samin vs Semen. Rencananya bakal dimuat di kolom resensi majalah dan situs Communia. Berhubung redaksi cetak dan mayanya belum kunjung siap, saya pos saja sekarang di blog sendiri. Hitung-hitung turut berdoa bersama Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK) setelah “Kendeng, Donga Jejege Adil” diselenggarakan akhir tahun kemarin.)

rembang

Film “Samin vs Semen” merupakan sebuah film dokumenter karya Dandhy Laksono, pendiri Watchdoc, yang sempat menghangatkan pelataran wacana maya dan nyata. Film pendek berdurasi 39 menit 26 detik ini menuturkan kisah perlawanan Sedulur Sikep, pengikut ajaran Samin dari Kecamatan Sukolilo, Pati, terhadap grup pabrik semen terbesar Indonesia: Semen Gresik yang kini berganti nama jadi PT. Semen Indonesia (PT.SI). Sebagai catatan, aksi solidaritas perlawanan terhadap aktivitas penambangan karst di Kendeng ini telah dipelopori oleh pengikut Sedulur Sikep bernama Samin Surosentiko sejak jaman perjuangan melawan pemerintah kolonial Belanda. Warga Samin yang hidup di sepanjang pegunungan Karst Kendeng berperan besar dalam kemenangan gugatan penolakan pembangunan pabrik semen di Sukolilo, Pati, 2009 lalu. Setelah Pati, giliran penduduk di sisi lain Kendeng yang terancam sasaran rancang ekspansionis PT.SI, tepatnya di Kecamatan Gunem Rembang. Terhitung sejak 16 Juni 2014, PT. Semen Indonesia berhasil masuk Rembang dan meletakkan batu penjuru pendirian pabrik.

Continue reading “Tentang Selaras Alam dan Pergerakan Perempuan”